Rabu, 13 Oktober 2010

Perlu nggak, sih?Pemerintahan Nagari itu

Perlu nggak, sih?Pemerintahan Nagari itu
Oleh. Hendra Triwarman
Wali Nagari Mungka Masa Bhakti tahun 2005-2010

Setelah sekian lama menjadi Wali Nagari banyak sekali suka dan duka dilalui. Menghadapi masyarakat Nagari Mungka yang tidak homogen lagi penuh dengan dinamikanya. Banyak tantangan dan perlu energi lebih untuk memimpinya. Gerak maju berbagai bidang dalam kehidupan masyarakat, termasuk politik memberi warna yang khusus pada wajah Mungka. Masyarakatnya sedikit sulit dipahami dan dibentuk seperti maunya pemerintah yang ada, tetapi mempunyai banyak kelebihan seperti, terbuka dengan teknologi, fanatisme agama, pekerja yang tangguh, cerdas, lihai membaca peluang usaha, dan masih banyak lagi kelebihan yang lain.
Dalam kondisi masyarakat yang seperti itu menjadi seorang Wali Nagari dituntut memiliki kemampuan yang majemuk. Konsep Pemerintah Nagari yang bertanggung jawab menfasilitasi semua keinginan masyarakat, baik secara vertical maupun horizontal harus mempunyai kemampuan ganda untuk itu semua. Dalam tugas-tugasnya, selain harus memiliki kemampuan leadership, kemampuan teknis diberbagai bidang dunia kehidupan masyarakat perlu dikuasai juga. Sewaktu-waktu seorang Wali Nagari harus bisa menjadi polisi, jaksa, pengusaha, petani, guru, teman, orang tua, psikiater, ustad, preman dan peran-peran lain yang ada dalam kehidupan masyarakat, selain dari beban-beban kerja yang dilimpahkan pemerintah diatasnya yang kadang-kadang berkelebihan. Fenomena tugas-tugas yang seperti itu memang begitu. Satuan kerja Pemerintahan Nagari sangat miskin dengan sumber daya manusia yang handal, eekatan, dan profisional. Kalaupun wali nagari berniat menjadikan satuan kerjanya solid dan profional, sehingga terjadi pembagian tugas-tugas yang jelas diperangkat nagari dengan kemampuan keuangan nagari yang ada belum mampu dilaksanakan. Ini bukan sebuah pemikiran yang permisif, tetapi realitas yang membuat mengapa nagari tidak begitu berkembang. Anggaplah ada perkembangan dalam masyarakat nagari pada umumnya, tetapi kita tidak bisa meng-klaim itu out put dari kinerja pemerintah yang ada didekatnya, walaupun puja-puji dan penghargaan kemudian didapatkannya dari jenjang birokrasi diatasnya. Gubernur telah berhasil, Bupati telah berhasil, Camat telah berhasil, dan seterusnya.
Pemerintahan nagari yang selalu di “ombok” sebagai ujung tombak pemerintahan atau pemerintahan terdepan atau ‘ombok-ombok” yang lain, saya yang mendengarnya seperti sebuah olokan atau cemeeh terhadap Wali Nagari. Setelah mereka menyampaikan seperti itu dan respon dari kami tentang keluh kesah kami dinagari dan kesulitan-kesulitan yang kami hadapi, seringkali dijawab secara politis yang ujung-ujungnya segala keluh-kesah, tetap saja menjadi keluh kesah setelah acara selesai. Pernah sewaktu-waktu dalam kesempatan pertemuan dengan elite politik saya mempertanyakan salah satu dari banyak bagian keluh kesah kami yang ada, yaitu perlu dipikirkan honor/gaji yang diterima perangkat paling bawah dinagari minimal UMR setempat supaya mereka bisa sedikit kosentrasi bekerja dan wali nagari sedikit bisa memacu kinerja mereka. Jawaban tidak pernah konkrit yang ujung-ujungnya dijawab, bahwa sesungguhnya jabatan wali nagari itu bukan jabatan profesi, tetapi adalah jabatan pengabdian yang kemudian kami meneruskan sendiri menjadi; jadi, wali nagari itu tidak perlu digaji dengan pantas, perangkat nagari tidak perlu digaji dengan pantas, mereka kudo palajang bukit, gacik paburu, pihak-pihak yang akan dijadikan kambing hitam, dan lain-lain. Yang perlu digaji dengan pantas adalah hanya orang-orang yang pakai nip, camat, pejabat yang bereselon, anggota dewan, bupati, gubernur, dan seterusnya. Dan itu semakin nyata oleh kami ketika banyak kami lihat bagaimana orang-orang itu menghabiskan uang raknyat untuk jalan-jalan dengan selimut studi banding, memperbanyak jenis-jenis tunjangan atau alasan-alasan lain yang buntut-buntutnya mereka kaya-kaya juga.
Baik, saya tidak menyesal telah menjadi wali nagari. Saya cukup bahagia telah bisa memberikan sesuatu yang berarti untuk masyarakat saya, walaupun itu tidak seberapa. Saya cuma mengingatkan kepada pengambil kebijakan tertinggi di negeri ini, agar jangan membiarkan hal ini seperti ini terus menerus, sebab seorang wali nagari dan komponenya adalah tetap manusia biasa yang mempunyai banyak keterbatasan atau berterus-terang sajalah; perlu nggak, sih? Pemerintahan Nagari itu.
Mungka, 21 Agustus 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar